Relasi Setara Dalam Keluarga

Relasi Setara Dalam Keluarga

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Diyah Puspitarini*

Dalam kondisi pandemic covid-19 ini, keluarga menjadi unit pencegahan yang cukup efektif, karena memang nyatanya sebagian besar aktivitas umat manusia dihabiskan di dalam institusi keluarga. Maka peran orangtua dan anak menjadi sebuah keniscayaan yang memudahkan upaya pencegahan, penyembuhan hingga penanggulangan korban yang cukup efektif. Dalam masyarakat Indonesia yang memiliki sifat keluarga terbuka, sebenarnya lebih mudah untuk melakukan penyesuaian dengan kondisi di masa akan datang, meskipun ada batasan norma dan susila yang tetap saja menjadi kontrol dalam kehidupan masyarakat.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Beberapa definisi keluarga di bawah ini setidaknya cukup menjadi dasar dalam mengembangkan pola relasi keluarga, Bailon dan Maglaya (1978): Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Agak berbeda, Departemen Kesehatan RI (1988) mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Salah satu tujuan berkeluarga adalah untuk memperoleh kebahagiaan, yang lebih populer dengan istilah Family Happiness. Gotmann (2015) menyebutkan, dalam salah satu prinsip kebahagiaan perkawinan menyatakan bahwa pasangan perlu memelihara kasih sayang dan kekaguman. Sementara itu Sandya (2009) lebih menekankan hubungan kebahagiaan perkawinan dengan perilaku positif antara suami dan istri yaitu dengan memperkecil volume konflik. Sehingga kebahagiaan dalam perkawinan ditunjukkan dengan adanya rasa sayang dan perilaku positif yang terbentuk setelah adanya kehidupan bersama.

Sebenarnya dalam Islam prinsip family happiness juga sudah tertuang dalam makna sakinah mawaddah warohmah, kata yang tidak asing disebutkan dalam setiap pernikahan. Dari kata taskunu dalam QS. Ar Ruum: 21 itulah diturunkan kata sakฤซnah dengan arti tenang atau tentram.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala pada surat Ar-Rum Ayat 21 juga menunjukkan bahwa kehadiran seorang istri bisa membawa ketentraman pada suami. ย“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.ย” Maka istilah sakinah mawaddah wa rahmah ini sebagai sebuah kesatuan yang saling menguatkan. Sakinah dimaknai sebagai kedamaian, ketentraman, keharmonisan, kekompakan dan kehangatan. Terwujudnya kesakinahan merupakan hasil dari berkembangnya mawaddah wa raแธฅmah dalam keluarga. Mawaddah dimaknai sebagai rasa mencintai dan menyayangi dengan penuh rasa tanggung jawab antara suami-istri. Rahmah bermakna rasa saling simpati yaitu adanya saling pengertian, penghormatan, dan tanggung jawab antara yang satu dengan lainnya. Sehingga family happiness dalam Islam yakni keluarga sakinah yang dapat didefiniskan sebagai ย“bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di kantor urusan agama yang dilandasi dengan penuh rasa tanggung jawab dalam mengadirkan suasana kedamaian, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWTย”.

Sementara ini dalam mencapai sakinah mawaddah warahmah ini diperlukan kata saling antarpasangan, saling ini bermakna bahwa setiap proses kehidupan dalam keluarga harus ada keterbukaan, keberterimaan, dan tentu saja masing-masing anggota keluarga harus memahami pola relasi sebagai dasar berpijak dalam keluarga. Ayah, ibu, dan anak adalah subjek yang sama dan memiliki peranan sama pentingnya dalam keluarga. Jika tidak ada ayah, tidak ada sosok pelindung ataupun yang memiliki tugas bertanggungjawab secara utama untuk mencari nafkah, meskipun pada kehidupan saat ini ibu juga bisa memenuhi kebutuhan pokok dalam keluarga, namun sekali lagi konteks nafkah memang menjadi tanggungjawab ayah, sementara jika ibu mencukupi kebutuhan hidup keluarga maka dihitung sebagai sedekah.

Selanjutnya, jika tanpa peran ibu, maka manajer rumah tangga dan peran tidak tergantikan untuk melahirkan anak serta memberikan ASI tidak ada, tentunya pola relasi dalam keluarga pun juga tidak seimbang. Dan yang tidak kalah penting adalah peran anak, kehidupan dalam keluarga jika tidak ada anak maka tidak seimbang, anak adalah miniatur kedua orangtua, dan apa yang dilakukan serta dididik orangtua akan menjadi karakter anak di masa depan. Tanpa anak, seorang laki-laki dan perempuan yang hidup dalam satu rumah tetapkah suami istri, namun ketika ada anak maka statusnya berubah, meski hanya status namun tentunya tanggungjawab dan perannya akan berubah.

Pola relasi yang setara dalam keluarga adalah suatu pola hubungan yang didasarkan pada penilaian, perasaan, dan sikap bahwa setiap anggota keluarga mempunyai nilai yang sederajat, dan mempunyai hak untuk memperoleh sikap, penghormatan, dan kesempatan yang sama antara satu dengan yang lain. Dalam al-Qurย’an disebutkan bahwa kalian kaum perempuan adalah pakaian bagi kaum lelaki, dan kalian kaum lelaki adalah pakaian bagi kaum perempuan (QS: Al-Baqarah ayat 187). Ayat ini jelas memposisikan lelaki sama dengan perempuan: sama-sama bagaikan pakaian bagi pasangannya.

Dalam pola relasi ini tentu saja tanggungjawab ayah dan ibu pun juga bisa saling berbagi. Mendidik anak adalah tanggungjawab bersama ayah dan ibu, jangan seolah ini menjadi tanggungjawab yang diserahkan pada ibu saja. Anak tetap saja membutuhkan sosok ayah dan ibu dengan frekuensi sama, agar kepribadian yang dibentuk pun kepribadian utuh. Mengatur rumah tangga juga tanggungjawab ayah dan ibu, tinggal pembagian tugas saja, seorang ayah juga harus membantu pekerjaan domestik ibu, ibu juga harus mengajak ayah untuk terlibat dalam pekerjaan domestik agar paham dan turut mengembangkan ketrampilan dasar yang dimiliki. Selain itu mengembangkan potensi diri dan anak juga menjadi tanggungjawab bersama ayah dan ibu. Ayah dan ibu harus bisa mengembangkan aktualisasi dirinya agar setelah menikah tidak ada potensi diri yang terkubur, sebab salah satu kebahagiaan dalam keluarga adalah ketika setiap anggota keluarga paham dan saling mendorong untuk mengembangkan diri yang lebih besar lagi. Begitu juga dengan potensi anak, jangan sampai ada istilah memaksakan, biarkan anak memiliki kesempatan untuk memilih dan bertanggungjawab dengan apa yang diinginkan, dan jangan lagi menganggap anak sebagai objek dalam keluarga, libatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan, niscaya anak akan berkembangan dengan tanggungjawab dan paham dengan konsekuensi serta risiko. Kalaupun piihannya salah, jangan pula dipojokkan, ini adalah tugas ayah dan ibu untuk memberikan motivasi dan mengarahkan, itulah peran orangtua yang diberikan kemampuan untuk saling tersebut.

Selain itu ayah dan ibu serta anak memiliki peran dan tanggungajwab yang sama dalam bersosialisasi dengan masyarakat. Seperti kita tahu bahwa masyarakat Indonesia memiliki jiwa gotong royong serta ย“handarbeniย”/saling membantu dan peduli yang tinggi. Ya ini adalah anugerah yang ada di Indonesia, rasa sosialisasi yang tinggi ini bagi masyarakat Indonesia tidak bisa dipisahkan, bahkan ada istilah ย“mangan ra mangan sing penting kumpulย” atau makan tidak makan yang penting kumpul. Seolah mengartikan bahwa berkumpul atau bersosialisasi adalah sebuah kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan untuk makan. Jika dalam keluarga tersebut tidak bisa bersosialisasi bisa dipastikan ada jarak dan akan banyak kesulitan yang mungkin didapatkan, semisal keluarga tersebut memiliki hajat atau kematian, jika tidak pernah bersosialisasi ya bisa dipastikan semua akan ditanggung sendiri. Maka revolusi industri 5.0 yang sudah diluncurkan Jepang adalah society, dimana kebutuhan untuk bersosialisasi adalah sebagai penyeimbang untuk mengejar kecanggihan teknologi dalam setiap perubahan dunia industry. Ini sudah dirasakan penting karena kehidupan di Jepang dan di negara maju yang lain yang sudah menjadikan teknologi sebagai kebutuhan harus diimbangi dengan interaksi dengan sesama manusia agar nilai humanities nya tidak hilang.

Dan terakhir dalam pola relasi yang sama anggota keluarga, memenuhi kewajiban sebagai warga negara, yaitu dimana sebagai warga negara maka tanggungjawab akan melekat sepanjang masa, sebagai contoh adalah kewajiban untuk menyalurkan hak politik, maka keluarga mestinya sebagai tempat pendidikan politik dan demokrasi yang efektif. Pembiasaan berdialektika serta bertukar wawasan serta pengambilan keputusan menjadi sangat penting dlaam keluarga. Beitu juga ketika pemilihan umum, maka jangan sampai ada pemaksaan pilihan dalam keluarga, hormati perbedaan dan saling bisa menerima alasan. Jika ada pemaksaan salah satu pilihan, lihat saja betapa tingginya angka perceraian yang terjadi karena pilihan capres, atau pilkada yang terjadi pada beberapa waktu lalu, meskipun ini menjadi salah satu parameter masyarakat sudah melek politik, namun sekali lagi hal yang berbeda harus bisa dijembatani dengan lebih seksama dan bijak.

Perubahan pola relasi dan kehidupan selama pandemic covid-19 ini sekali lagi memaksa dan mengharuskan keluarga menjadi tempat kembali dan berkutat berbagai aktivitas. Maka selama kondisi ini tinggal kita yang menentukan akan menjadikan keluarga sebagai baiti jannati atau justru sebagai tempat yang tidak nyaman. Ayo, kembali melakukan saling agar terjadi relasi yang baik antaranggota keluarga dan waktu ini kita habiskan untuk meikmati membangun kedekatan dan kebahagiaan bersama keluarga. Karena pastinya setelah pandemic ini kehidupan akan kembali lagi, namun ada yang harus tetap dipertahankan, yaitu tetap menjaga keharmonisan dalam keluarga dan menjadikan keluarga juga tetap sebagai pusat aktivitas.


*Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah
Disarikan dari materi pengajian Ramadhan di PRIM Queensland

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait