Sekelumit Kisah Program Kampus Mengajar di SD Pulau Seram yang Tidak Menyeramkan

Sekelumit Kisah Program Kampus Mengajar di SD Pulau Seram yang Tidak Menyeramkan

Smallest Font
Largest Font

Oleh Khusnawati*

Kampus Mengajar adalah kegiatan mengajar yang diselenggarakan Kemendikbud di sekolah dasar untuk membantu guru mengajar. Bantuan yang diberikan berupa adaptasi teknologi, administrasi, dan bantuan mengajar. Program ini dilaksanakan pada 22 Maret 2021-26 Juni 2021. Sekolah sasaran adalah SD di seluruh Indonesia maksimal terakreditasi C khususnya di daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal).

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Program Kampus Mengajar I diikuti sekitar 15.000 mahasiswa. Setelah mengikuti proses pendaftaran dan rangkaian seleksi dari Kemendikbud saya dinyatakan lulus untuk angkatan 1. Tentu saja merasa senang karena bisa menjadi bagian dari program ini. Di sisi lain juga merasa khawatir, karena belum pernah berkunjung ke tempat tersebut, apalagi ditugaskan sendirian.

SD di Pulau Seram, Maluku Tengah, itu berjarak 400 kilometer atau sekitar 14 jam perjalanan dari Kota Ambon. Melalui Google Map saya ketahui jaraknya sekitar 23 Km dari rumah saya di salah satu desa di Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Saat ini saya adalah mahasiswi semester 6 Prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.

Ada sedikit keraguan untuk melanjutkan program ini setelah diberi informasi jika mahasiswa harus melaporkan diri dan mengambil surat tugas di dinas pendidikan kabupaten. Lagi-lagi karena jarak rumah dengan kabupaten yang cukup jauh, sekitar 215 Km dengan waktu tempuh sekitar 6 jam perjalanan.

Panitia memberi informasi bagi yang terkendala datang ke dinas pendidikan bisa mengurus secara online, tetapi karena ada beberapa kendala dan tidak kunjung mendapatkan jawaban pasti tentang pengurusan surat secara online, akhirnya saya pergi ke dinas pendidikan kabupaten.

Di minggu ke 2, saya datang ke sekolah untuk melaporkan diri sekaligus observasi lingkungan sekolah. Kesan pertama ketika sampai sekolah tersebut antara takut, grogi, juga seneng. Pekarangan sekolah cukup luas, dengan satu gedung kantor dan 6 ruangan kelas. Lokasinya cukup terpelosok dan akses jalan menuju sekolah berupa jalan berbatu.

Di masa pandemi Covid-19 ini para siswa tetap masuk sekolah dan belajar secara offline. Mereka belajar dari Senin sampai hari Kamis, pukul 08.00-11.00 WIT. Alasannya, karena siswa tidak memiliki fasilitas untuk melaksanakan kelas online dan sinyal internet masih sulit.

Setelah berbincang dengan beberapa guru di sekolah tersebut, ternyata hanya ada 5 guru dan satu kepala sekolah. Siswa sebanyak 43 terbagi dalam 6 kelas. Saya diberi tanggung jawab untuk membantu siswa kelas 3 belajar karena mereka tidak memiliki wali kelas. Biasanya mereka belajar dengan guru dari kelas lain yang mengajar secara bergantian.

Di pertemuan pertama dengan siswa kelas 3, saya meminta mereka membaca nyaring untuk mengetahui kemampuan membaca. Ternyata masih ada siswa belum bisa membaca. Sehingga saya sering mengajak mereka membaca nyaring untuk meningkatkan kemampuan membaca.

Di bidang numerasi saya mengajak mereka belajar membaca jam dengan menggunakan media pembelajaran sederhana yang kami buat bersama. Terlihat mereka lebih antusias saat belajar karena dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran. Selain itu terdapat beberapa media pembelajaran yang digunakan untuk mengajarkan bangun datar dan makanan sehat dan tidak sehat.

Selain bidang literasi dan numerasi saya juga mengajarkan lagu wajib nasional sebelum kelas dimulai dan belajar beberapa lagu Bahasa Inggris. Sering juga beberapa siswa dari kelas lain ikut saat kami sedang belajar menyanyi.

Di bagian bantuan administrasi saya membantu guru membuat RPP, membuat presensi siswa, membantu mengoreksi lembar jawaban siswa, dan memberikan rekap nilai siswa kepada guru.

Pada akhir semester untuk mengisi waktu kosong setelah UAS, kami mengisi dengan praktik membuat kerajinan tangan dari kertas origami. Ternyata mereka belum pernah praktik membuat kerajinan tangan sama sekali sebelumnya. Saat praktik siswa kelas 3 sangat antusias dan selama 2 minggu di akhir semester kami isi dengan membuat kerajinan tangan bersama. Bahkan siswa kelas lain juga sering datang dan ikut belajar.

Di akhir program Kampus Mengajar saya merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari program ini, mengetahui keadaan pendidikan di sekitar lingkungan saya, mengenal karakteristik siswa di SD tersebut, membantu guru-guru mengajar selama masa pandemi, dan tentunya pengalaman yang belum tentu bisa saya dapatkan di tempat lain. Saya berharap semoga ke depannya ada mahasiswa lain yang akan di tugaskan di SD ini, dan memberikan banyak inspirasi baru serta ilmu-ilmunya kepada para siswa. (*)

*Penulis adalah mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Inggris UAD

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait