Tetap Aktif dan Produktif di Tengah Pagebluk
Oleh: Robby H. Abror*
Kecemasan tampak pada raut muka setiap anak bangsa kala pagebluk atau wabah corona (Covid-19) yang terjadi sejak tahun 2019 dan telah merambah seluruh dunia hingga jutaan orang terinfeksi positif dan ratusan ribu orang meninggal dunia. Wajar saja ekspresi itu terjadi, sebab setiap orang pada masa pandemi Covid-19 ini bertambah beban hidupnya. Singkat kata, problematika sosial berkecamuk memenuhi hati dan pikiran kita. Ekonomi seolah-olah runtuh, warung-warung tutup, mall juga demikian. Ojek online (OJOL) juga mengalami hal serupa. Setiap sendi kehidupan ini tak lepas dari deru keprihatinan.
Selain realitas tersebut, masyarakat dikagetkan dengan dilepasnya puluhan ribu narapidana (napi) untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 di balik jeruji penjara. Ribuan orang juga di-PHK. Tindakan kriminalitas marak lagi. Satu persatu ditangkap dan dijebloskan kembali oleh pihak berwajib atau kepolisian. Pemerintah dibikin kelabakan, sibuk dan pusing tujuh keliling dengan semua fenomena dan peristiwa tersebut.
Lantas apa yang bisa dilakukan oleh kita yang diharuskan karantina atau isolasi di dalam rumah minimal selama 14 hari. Diberlakukannya lockdown atau dalam bahasa pemerintah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lumayan membuat makin terhentinya denyut nadi kehidupan ekonomi di tanah air.
Lockdown Sosial bukan Lockdown Pikiran
Banyak pihak yang mengkritik bahwa instruksi PSBB itu terbilang terlambat karena sudah ribuan yang terinfeksi positif virus corona di Indonesia. Belum lagi polemik dan konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah menambah bingung rakyat di kalangan bawah. Banyak yang mengeluhkan penanganan wabah covid-19 berjalan lamban dan tidak profesional.
Belum lagi data yang diupdate setiap hari oleh pemerintah dinilai tidak sesuai dengan kenyataan. Apa yang terjadi di lapangan disinyalir lebih banyak berkali lipat dari pada angka yang diumumkan setiap harinya di layar kaca atau TV. Yang positif terinfeksi, pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pantauan (ODP), orang tanpa gejala (OTG) tapi sangat rawan tertular karena kontak erat dengan pasien positif, yang sembuh dan yang meninggal dunia, di lapangan justru lebih banyak daripada yang diumumkan. Kenyataan ini seperti ditutup-tutupi. Harian Kompas (23/4/2020) yang terbit sehari jelang puasa Ramadan memasang headline dengan bunyi yang menggemaskan “Transparansi Data Covid-19 Semakin Mendesak”.
Anehnya, penyampaikan berita seperti ini pun masih dibilang hoax dan dapat dianggap menyebar fitnah oleh sebagian netizen. Benar-benar “aneh tapi nyata” lalu lintas kehidupan di negeri +62 ini. Kebersamaan jadi retak disebabkan kritik atau sekadar menyampaikan kebenaran atau pandangan yang berbeda dengan sikap pemerintah. Kran demokrasi seperti mandeg atau masih jalan di tempat. Sikap kritis dianggap ancaman dan musuh. Kebenaran dibungkam. Nasi sudah menjadi bubur. Sejarah akan mencatatnya.
Suara kritis seolah tidak akan ada yang mendengar. Demikian juga masukan dan kritik tajam dari pakar ekonomi dan keuangan sekelas Rizal Ramli—mantan Menko Bidang Kemaritiman, Menko Bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan masa Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)— dibilang nyinyir.
Dalam situasi seperti ini, ada baiknya kita lupakan hiruk-pikuk politik yang tidak sehat dan tak pernah selesai. Kotak cebong dan kampret (“percekcokan abadi” sejak pilpres tahun lalu) telah menjadi alat lockdown pikiran. Selama tidak bisa keluar dari “Pembatasan Pikiran Bersaka Besar” atau lockdown pikiran Cebong-Kampret ini, kita tidak akan dewasa melihat perbedaan dan terjebak pada kebencian dan permusuhan abadi.
Untuk sementara waktu, pujian, sticker dan emoticon “jempol” dan “love” di media sosial bisa menjadi sarana mengakhiri lockdown pikiran antar pihak yang berseberangan dan saling membenci, agar dunia sejenak mampu tersenyum. Tetaplah bersahabat dengan siapa pun dan terus berkarya. Jangan habiskan energi percuma, arahkan pada pikiran positif kegiatan produktif, sebab PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) itu bukan PPBB (Pembatasan Pikiran Berskala Besar).
Melakukan yang Terbaik
Berdiam diri di rumah dalam waktu lebih dari sebulan sejak pertengahan Maret 2020 hingga puasa Ramadan bahkan hingga melampaui masa Hari Raya Idul Fitri—bahkan ada yang sudah memperkirakan hitungan bakal terjadi tahunan—akan terasa panjang, melelahkan dan membosankan. Meskipun sudah ada perintah WFH (Work From Home), hanya berapa persen saja dari ratusan juta penduduk bangsa ini yang bisa menghasilkan uang dari rumah. Tak mungkin dipukul rata. Setiap orang mengalami kebingungan bahkan keputusasaan. Beberapa di antara anak bangsa meninggal dunia karena tak bisa makan sesuap nasi, terlambat menerima uluran tangan. Sebagian lagi meninggal karena positif terinfeksi Covid-19 ini. Sebagian lagi berjuang mempertahankan kehidupan ini agar tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Lima macam kegiatan dapat disampaikan di sini untuk mengisi ruang dan waktu yang sangat longgar tersebut. Sederhananya, kegiatan itu meliputi pekerjaan di dalam rumah (dan bisa juga di luar rumah tapi secara terbatas). Semua pekerjaan kreatif tersebut bisa dimulai dari sekarang, di sini dan dari diri kita sendiri.
(1) Membaca buku-buku yang selama ini mungkin belum pernah disentuh atau bahkan menyelesaikan bacaan sampai tuntas. Meringkas hasil bacaan. Menulisnya dalam bank data di komputer, laptop atau hand phonekita. Yang suatu saat akan sangat berguna kita gunakan untuk melengkapi tulisan kita atau sebagai bahan ceramah, khutbah, pidato, dan sebagainya. Bisa juga dipakai untuk membuat peta konsep (mind map) semacam draft buku, novel, cerpen atau puisi.
(2) Membuat aneka kreativitas semacam hasil karya olah tangan (handmade). Membuat karangan bunga, membikin kue, menata ruangan, dan lain-lain. Bisa juga mencoba menjual barang secara online dari hasil karya sendiri. Atau menjadi reseller dari produk atau barang jualan teman. Masa Ramadan ini bisa dimanfaatkan dengan baik. Ada teman yang menjual ruthob (kurma muda)—khasiatnya bisa dicek langsung dari internet—dari Arab Saudi, ada juga yang menawarkan kurma Iran yang lezat. Meskipun ada yang tidak suka dengan mengatakan itu “kurma Syi’ah”. Ternyata kurma punya ideologi ya.
(3) Mengisi kesibukan dengan koreksi diri dan koreksi lingkungan kita. Mungkin selama ini kita terlalu sibuk sehingga tidak punya waktu untuk memperbaiki diri sendiri atau merasa diri sudah paling sempurna. Mungkin terlalu sering sibuk menilai orang lain, lupa menilai diri sendiri. Apa yang kurang dari kita mestinya dapat kita lengkapi. Ada yang bilang, jika engkau bukan siapa-siapa, maka berkaryalah! Jika kita bukan pejabat, sibukkan saja dengan kebaikan-kebaikan.
Filantropi, mencintai sesama dengan menumbuhkan rasa kemanusiaan dan mengulurkan bantuan sosial dan finansial. Apalagi di masa pandemi seperti ini, banyak warga masyarakat atau jamaah masjid di sekitar kita yang sangat membutuhkan uluran tangan kita. Buka donasi, bikin grup whatsapp untuk menggerakkan teman-teman, saudara dan sahabat untuk ikhlas menyumbangkan dana atau makanan. Mungkin sebagian masyarakat yang sangat membutuhkan merasa malu untuk meminta-minta, kita sendiri yang harus mengambil inisiatif berbagi dan mengantarkan makanan sampai ke pintu rumahnya. Bergeraklah untuk membantu fakir miskin, menyantuni anak-anak yatim, mendonasikan sebagian rejeki kita untuk masyarakat yang membutuhkan. Juga jangan lupa membantu saudara dan keluarga sendiri.
(4) Mengecek rumah kita. Mungkin selama ini lupa tidak memperhatikan engsel pintu yang rusak, lampu di belakang rumah atau salah satu ruang yang mati, cat tembok yang sudah rusak, keramik yang pecah, kran yang patah, tali jemuran yang putus, genteng yang melorot, sepeda, motor dan mobil yang sudah kotor, anak-anak yang lupa berjemur, pakaian dan piring yang menumpuk, dan sebagainya. Kita sendiri yang paling tahu “persoalan domestik” rumah tangga dan rumah kita sendiri. Saat yang tepat untuk melakukan yang terbaik yang bisa kita kerjakan. Ambil sapu, kuas, sabun, tang, beng, semua alat yang Anda butuhkan. Bersegeralah dalam kebaikan. Mungkin burung-burung gereja dan kucing tetangga tak segan mampir ke rumahmu.
(5) Karena saat tulisan ini ditulis, kita sedang berada di bulan puasa Ramadan, tidak ada salahnya kita membuat daftar kebersamaan dalam keluarga. Masa pandemi ini, sudah keluar fatwa MUI, himbauan dari ormas-ormas Islam lain untuk beribadah di rumah, meniadakan sholat berjamaah di masjid, termasuk tarawih dan buka puasa bersama. Sedih memang, tetapi kalau kita tahu sejarahnya (tarawih) kita bisa jadi lebih paham. DI saat seperti ini kita bisa memaksimalkan sholat berjamaah 5 waktu dan tarawih bersama keluarga di rumah. Menambah bacaan dan hapalan al-Quran, khataman al-Quran, dan sebagainya.
Masih banyak lagi yang sebenarnya bisa kita lakukan, seprti berseluncurlah di dunia maya, mencari buku-buku yang baik dan memotivasi diri kita. Kita juga bisa mencoba mendownload kitab-kitab agama atau film-film yang menggerakkan. Kita bisa membaca buku karya Samantha Ettus, The Experts’ Guide to Doing Things Faster 100 Ways to make life more efficient(2008), Scott Belsky, Making Ideas Happen(2010), Malti Bhojwani, Don’t Think of a Blue Ball (2012), atau karya-karya motivator beken seperti Napoleon Hill, Kevin Murray, Maxwell, Robert T. Kiyosaki, dan sebagainya.
Semua agama punya tradisi yang baik untuk mengelola suasana kebatinan dan intelektual. Meskipun banyak rumah ibadah yang ditutup, bukan berarti pintu kedekatan dengan Tuhan tertutup. Justru dengan banyak waktu dalam kesendirian ini, ibadah menjadi lebih intim dan dekat dengan Tuhan. Di balik keheningan itu, agama menjadi rumah keyakinan yang menyejukkan. Selama ini kesibukan mungkin telah menjauhkan kita dari kehadiran Tuhan. Tuhan ada dalam hati orang beriman. Dia tak mungkin membiarkan hamba-hamba-Nya yang saleh larut dalam kesedihan.
Tetap optimis. Selamat beraktivitas. Jangan lupa berzikir, berpikir positif, berbagi, olah raga dan bahagia.
*) Penulis adalah Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (MPI PWM DIY), Wakil Ketua Asosiasi Aqidah dan Filsafat Islam (AAFI), dan Sekretaris Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Filsafat Indonesia (APPFI). Kaprodi Aqidah dan Filsafat Islam FUPI UIN Sunan Kalijaga.
Sumber: https://studiagama.or.id/opini/tetap-aktif-dan-produktif-di-tengah-pagebluk/
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow