Penggubah Lagu Mars Muhammadiyah
Djarnawi Hadikusumo adalah tokoh besar di Muhammadiyah dan merupakan putra Ki Bagus Hadikusumo, juga tokoh panutan di organisasi yang berdiri tahun 1912 ini. Ia lahir di daerah yang menjadi jantungnya Muhammadiyah, Kauman, pada 1920 (meninggal pada 1993) dan menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah dibawah bimbingan, diantaranya, K.H. Mas Mansur, K.H. Faried Ma`ruf, K.H. Abdul Kahar Mudzakir, Siradj Dahlan dan Buya Hamka. Intinya darah, daging, dan tulang Hadikusumo adalah Muhammadiyah.
Selain berkiprah lama di Muhammadiyah, termasuk di tingkat pimpinan pusat, Hadikusumo merupakan ketua umum Parmusi (Partai Muslimin Indonesia) setelah didirikan tahun 1968 dan kembali menjadi ketua umum ketika M Roem ditolak pemerintah Orde Baru untuk memimpin partai itu.
Sang Surya adalah bagian dari karya besar yang ditinggalkan Hadikusumo di Muhammadiyah. Dengan mengingat perjuangan dan dedikasinya di organisasi ini, lagu ini memang tepat diletakkan pada tempat yang utama. Namun demikian, mars ini bukanlah bagian dari doktrin Muhammadiyah dan Islam. Ia bukan karya sakral yang tidak bisa diperbarui atau dimodifikasi. Dan memang, Muhammadiyah tidak men-taboo-kan kritik terhadapnya.
Karena itu, jika dalam seratus tahun umurnya ini Muhammadiyah bisa melahirkan mars baru yang lebih baik, barangkali itu bisa menjadi simbol dari babak baru Muhammadiyah. Sebuah mars yang bisa memberikan ghirah dan karya baru bagi Muhammadiyah abad kedua.
Lagu mars Muhammadiyah pada lirik tidaka ada permasalahan di dalamnya tetapi pada musik lagu ini mirip dengan lagu A’tini al-Nay yg dipopulerkan oleh penyanyi terkenal arab asal libanon, seorang pengikut Kristen Maronite yang sangat taat, lirik lagu yang berjudul A’tini al-Nay itu berasal dari syair karya Gibran Khalil Gibran, sastrawan Lebanon-Amerika, dan ditulis ketika dia tinggal di New York, Amerika Serikat, pada 1920-an. Musiknya sendiri diciptakan oleh Najib Hankash.
A’tini al-Nay adalah sebuah syair yang memiliki makna sangat dalam dan multi-interpretasi. Secara harfiah bait per bait, ia bercerita tentang musik, seruling, dan kehidupan. Bahwa rahasia kehidupan ini terletak pada lagu. Bahwa seruling bambu itu bisa tetap bernyanyi meskipun pohonnya sudah mati. Tapi syair itu juga bisa dimaknai secara mistik tentang keberadaan manusia di bumi.berikut saya share lagu A’tini al-Nay.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow