Belajar Ikhlas
Oleh: Hj Siti Hadiroh
SAYA harus mulai belajar ikhlas yang telah dilakukan para kyai-kyai dari Kauman, Yogyakarta.
Bapak saya, Wardan Dipaningrat, adalah Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Tarjih yang terlama. Selama memimpin Majelis Tarjih, maka sidang Tarjih selalu dilaksanakan di rumah Pengulon Kauman Yogyakarta.
Saat itu, sekitar tahun 1960-an, saya yang selalu menyiapkan konsumsi sidang tersebut: teh nasgitel (panas, legi dan kenthel), kepelan pisang goreng dan emping. Ayah saya selalu berpesan: konsumsi tidak boleh diganti. Ya, karena setiap hari Rabu malam, anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah telah diharapkan ayah saya dari rumah.
Kyai-kyai Tarjih, hampir semuanya dari Kampung Kauman, kecuali ada satu orang: Muhtar Qurrab. Beliau bapaknya Ibu Nur Huriati dan Ibu Faizah Tri Astuti (mantan Direktur Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta).
Setelah menyiapkan konsumsi, lalu bapak mengizinkan saya untuk duduk di dekat bapak sampai sidang dimulai.
Saya memang akrab sekali dengan kyai-kyai Tarjih. Ada Kyai Dalhar, Kyai Bakir Saleh Kyai Mukmin, Kyai Juremi, Kyai Jamhari dan Kyai Muhtar Qurrob.
Banyak sekali ilmu yang saya dapat. Terutama bagaimana mereka ketika berdiskusi sangat luar biasa. Beliau-beliau sangat akrab dan menikmati amanah yang diembannya itu.
Keikhlasan terpancar dari semangat mereka ketika berunding. Dan hampir setiap Rabu malam, tidak ada yang pamit.
Setelah menikah tahun 1969, maka bapak meminta suami saya untuk membantu dalam hal notulasi rapat. Tanpa ada pengangkatan, apalagi SK (surat keputusan) dari Pimpina Pusat Muhammadiyah. Dan alhamdulillah, sampai saat ini di usia 79 tahun, suami saya Drs H Ahmad Muhsin Kamaludiningrat, masih dipercaya sebagai salah satu Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kalau ini ada SK-nya.
Dalam memimpin Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, bapak saya sempat menyusun buku “Ilmu Tara Berunding”.
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow