Fauzil Adhim: Kauman dan Masjid Gedhe Basis Dakwah Ideologis Muhammadiyah

Fauzil Adhim: Kauman dan Masjid Gedhe Basis Dakwah Ideologis Muhammadiyah

Smallest Font
Largest Font

YOGYAKARTA — Dulu, begitu diterima di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, tempat tinggal pertama Mohammad Fauzil Adhim sebelum mendapatkan rumah kos adalah di Kauman, Yogyakarta. Basis dakwah KH Ahmad Dahlan.

“Saya tinggal beberapa saat di rumah Mas Syaefuddin dan Mbak Wati, suami-istri yang sama-sama masih kuliah,” kata Mohammad Fauzil Adhim, yang menambahkan Mas Udin ketika itu sudah hampir skripsi.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Kadang, ia bermalam di rumah seseorang yang dipanggil “Mas Adabi” oleh suami-istri tersebut.

Belakangan, ia baru tahu bahwa beliau, Drs Ahmad Adaby Darban, SU adalah pakar sejarah dari UGM. “Maklum, saat itu saya sangat miskin pengetahuan mengenai tokoh-tokoh dari UGM,” ujarnya.

Selama di Kauman, tiap hari ia salat di Masjid Gedhe Kauman, masjid bersejarah di lingkungan keraton Yogyakarta. “Sebuah pengalaman yang sangat mengesankan, dari Jombang lalu tinggal di Kauman, Yogyakarta,” kelakar seorang ustadz dengan segudang karya mengagumkan itu.


Tak ada sanak kerabat. Tak ada pula saudara ketika ia masuk Kota Yogyakarta. “Saya tinggal di Kauman atas jasa baik seorang sahabat, Nur Ali Widyanahar,” kenangnya sambil melayang ke masa-masa awal tinggal di Yogyakarta.

Ketika duduk sambil membincang sebuah buku di Masjid Gedhe Kauman, juga mengingatkannya pada buku “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” yang ditulis oleh seorang pemuda lajang saat itu: Salim A. Fillah.

Kauman dan Masjid Gedhe, menurutnya, merupakan basis dakwah ideologis Muhammadiyah. Juga menjadi tempat bersejarah bagi ‘Abdurrahman Ad-Dakhil, putra KH Wahid Hasyim. Sesudah tidak naik kelas, anak ini dikirim ke Yogyakarta untuk sekolah di SMEP. Sebelum akhirnya nyantri di Krapyak, ia tinggal di rumah seorang tokoh Muhammadiyah bernama Haji Djunaid. Kelak kita mengenalnya sebagai KH ‘Abdurraman Wahid atau populer dipanggil Gus Dur, salah satu mantan Ketua Umum PBNU.

“Bicara toleransi dalam soal khilafiyah, Muhammadiyah sudah membuktikan tanpa perlu seminar. Bahkan ada ta’awun di sana,” pungkasnya. (Affan)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait