Opini

Opini

Opini

Apr 30, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Kala Hati Tak Tenang, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?

Sumber foto: Alim.org

Oleh: Sucipto Jumantara

Pandemi belum berakhir. Doa, ikhtiar, disertai tawakal harus terus dilakukan. Dalam situasi seperti ini, anda dan saya mungkin merasakan hal sama. Kita sedang berada pada lingkungan yang banyak diuji dengan sakit. Ada teman kita sakit, ada keluarga kita sakit, dan bahkan kita sendiri juga mengalami sakit. Akibatnya banyak dari kita yang menjadi tidak tenang, hati diliputi rasa gelisah dan panik.

Kondisi ini mendorong saya beberapa waktu lalu mengunggah satu status di WA. Saya menulis: Apa yang yang baik untuk dilakukan di masa pageblug ini agar hati tetap tenang saat banyak orang sakit atau kita sendiri sedang sakit?

Ada seorang santri, anak muda yang hobi sepakbola. Saya kenal saat kuliah di Central China Normal University (CCNU) di kota Wuhan, Tiongkok. Namanya Jufri. Kami kuliah di kampus yang sama. Sebagai alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, ia tergabung di Pimpinan Cabang Istimewa Nahdatul Ulama (PCINU Tiongkok), sedangkan saya aktif di Pimpinan Cabang Isitimewa Muhammadiyah (PCIM Tiongkok).

Sebelum wabah covid merebak, kami sama-sama menggerakkan pengajian dengan mahasiswa muslim Indonesia yang kuliah di kampus itu. Di sana tiap Jum’at malam kami tadarus Al Qu’ran dan dilanjutkan saling memberikan nasihat bergantian. Pengajian menjadi hiburan sekaligus bernilai spiritual di akhir pekan saat kuliah bersama di negeri asal Laksamana Cheng Ho itu.  Jufri merespon status saya dengan menyampaikan satu nasihat bahwa agar hati tenang bisa dicapai dengan banyak berdzikir.

Saya lantas membaca beberapa artikel berkaitan dengan dzikir. Dzikir menurut Dr. Sulidar, M.Ag. dalam artikelnya yang dimuat di suaramuhammadiyah.id merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal batasan waktu. Bahkan Allah memberikan sifat ulul albab, adalah mereka-mereka yang senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk bahkan juga berbaring. Dzikir tidak hanya ibadah bersifat lisaniyah, namun juga qalbiyah.

Sulidar mengutip Imam Nawawi yang menyatakan bahwa dzikir yang utama adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Jika harus salah satunya, maka dzikir hatilah yang lebih utama. Meskipun demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalam dzikir.

Dalam dunia sufi ada ungkapan bahwa seorang sufi ketika melihat sesuatu benda apa saja, yang dilihatnya bukan benda itu, melainkan Allah Ta’ala. Ini bukan berarti benda itu “adalah” Allah SWT. Namun ia menyadari bahwa ada Sang Khalik yang menciptakan benda itu.

Merujuk Al Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 28 Allah SWT berfirman:

 ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

Dengan ayat ini Hamka dalam Tafsir Al Azhar menjelaskan bahwa dengan iman menyebabkan senantiasa ingat kepada Allah menyebabkan hati kita mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan. Dan ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan ketenteraman, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, fikiran kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keragu-raguan dan duka cita, ketenteraman hati adalah pokok kesehatan rohani dan jasmani. Ragu dan gelisah adalah pangkal segala penyakit. Orang lain tidak dapat menolong orang yang meracun haknya sendiri dengan kegelisahan. Kalau hati telah ditumbuhi penyakit dan tidak segera diobati, maka celakalah yang akan menimpa. Hati yang sakit akan bertambah sakit. Dan puncak segala penyakit adalah kufur akan nikmat Allah.

Dalam Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar
menerangkan makna “hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah” yakni yang menjadi tenang dan tentram dengan berdzikir kepada Allah dengan lisan mereka, seperti membaca Al Qur’an, bertasbih, bertahmid, bertakbir, bertahlil, atau dengan mendengarkan dzikir dari orang lain. Ia menjelaskan, meskipun mentafakkuri makhluk-makhluk Allah, ciptaan-ciptaan, dan mukjizat-mukjizat-Nya secara umum menjadikan hati menjadi tentram, namun hasilnya tidak seperti ketentraman dengan berdzikir kepada Allah.Sementara itu Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di memberikan penjelasan kandungan ayat tersebut dengan mengatakan “semestinya dan sudah seyogyanya, kalbu-kalbu itu tidak menjadi tenang dengan sesuatu selain dengan mengingat-Nya. Karena tidak ada sesuatu pun yang lebih nikmat, lebih memikat dan lebih manis bagi kalbu ketimbang (kenikmatan dalam) mencintai Penciptanya, berdekatan dan mengenal-Nya”.

Mengenai bacaan dzikir, Rasulullah SAW bersabda, “Perkataan yang paling dicintai Allah ada empat: Subhaanallaah, Alhamdulillah, Laa Ilaaha Illallaah, dan Allahu Akbar.” (HR Muslim).

Rasulullah SAW juga mendorong umatnya untuk senantiasa mengingat Allah SWT. Seperti termaktub dalam hadits qudsi. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perumpamaan rumah yang di dalamnya selalu disebut nama Allah (dzikir) dengan rumah yang di dalamnya tidak pernah disebut nama Allah adalah sebagaimana orang hidup dan orang mati.” (H.R.Muslim. No. 1299)

Itulah beberapa penjelasan mengenai dzikir. Saya kemudian membuka kembali WA dan saya dapati tanggapan lain dari Rani, kolega dari UAD yang saat ini bersama keluarga tinggal di Arizona, Amerika Serikat. Ia menyampaikan satu saran agar hati tenang bisa dilakukan dengan membaca Al Qur’an. Sejalan dengan itu, Muhammad Aziz, Ketua PCIM Tiongkok juga merespon dengan mengatakan kepada saya bahwa untuk menenangkan hati bisa dilakukan dengan membaca Al Qur’an.

Saya kemudian membuka mushaf, membacanya, dan tetiba berhenti pada Al Baqarah ayat 152:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”

Ayat tersebut semakin meyakinkan kita bahwa dzikir atau mengingat Allah itu sangat besar maknanya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Hati manusia itu berkarat seperti halnya besi berkarat.” Lalu ditanyakan, “Apa obatnya ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “membaca Al Qu’ran dan ingat pada kematian'”. (HR Al Baihaqi dari hadis Ibnu Umar).

Menurut Imam Al Gazali dalam bukunya Ihyaa’ Ulumuddin, setiap huruf Al Qur’an dijaga oleh para malaikat. Masing-masing malaikat ikut mendoakan kesejahteraan bagi mereka yang membacanya.Allah SWT berfirman dalam surat al-A’raf ayat 205

وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”

Imam Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa keutamaan dzikir tidak terbatas pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan semisalnya, bahkan semua yang melakukan amalan karena Allah dangan ketaatan kepada Allah, dia berdzikir kepada Allah, demikian yang dikatakan oleh Said bin Jubair ra dan ulama selain beliau.”

Saya terus melanjutkan pencarian tentang keutamaan membaca Al Qur’an, dan kembali terhenti. Kali ini pada sebuah ayat yang mengisahkan rintihan Rasulullah SAW:

وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَٰرَبِّ إِنَّ قَوْمِى ٱتَّخَذُوا۟ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ مَهْجُورًا

Pada hari itu, Rasul mengeluhkan kondisi kaumnya dengan mengatakan, “Wahai Rabbku! Sesungguhnya kaumku yang Engkau utus aku kepada mereka, telah meninggalkan Al-Qur`ān ini dan berpaling darinya.”

Demikian Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al Furqan ayat 30. Semoga ini menggugah kita untuk senantiasa menyempatkan diri untuk membaca Al Qur’an dan mempelajari isinya. Insya Allah akan menjadi salah satu jalan untuk berdzikir, mengingat Allah. Alā biżikrillāhi taṭma`innul-qulụb (Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram). (*)

*Penulis adalah tim redaksi mediamu.com

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here