ANTARA COVID 19 DAN "PARANOID"
Oleh: Muh. Jamaludin Ahmad
Hari Senin sore, 23 Maret 2020, sejak sore saya sudah mempersiapkan diri untuk berangkat ke Cepu, Jawa Tengah.
Ada KA Sancaka Utara, yang menjadi alternatif baru moda perjalanan Yogya-Cepu. Namun, ketika persiapan sudah selesai, rasa ragu dan bimbang mulai menyergap.
Sudah memasuki tahun ke lima saya menjalankan amanah Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai salah seorang direksi di RS PKU Muhammadiyah Cepu.
Biasanya, hari Senin sore atau Selasa subuh rutin berangkat ke Cepu. Sering juga berangkat hari Rabu pukul 04.00 WIB menuju ke Cepu.
Dulu, selama tiga tahun lebih sewaktu jadwal kereta adanya pukul 02.40 WIB, biasanya pukul 01.00 WIB saya sudah sampai stasiun Lempuyangan menunggu KA Kahuripan yang biasanya pukul 04.50 WIB sudah sampai stasiun Paron, Ngawi.
Sesusah-susahnya perjalanan Yogya-Cepu, dan serumit apapun problem di rumah sakit, hampir tidak pernah muncul rasa bimbang dan ragu untuk pergi ke Cepu.
Namun, Covid-19 telah menjadi momok tersendiri bagi siapapun yang akan melakukan perjalanan ke luar rumah, apalagi ke luar kota.
Kereta api yang biasanya menjadi angkutan paling aman dan nyaman menuju Cepu, pada Senin malam itu berubah menjadi angkutan yang “manakutkan”. Terbayang bila masuk gerbang kereta, kemudian ada penumpang yang terpapar virus Corona, ada yang bersin, batuk dan sebagainya.
Malam itu, akhirnya saya batalkan untuk naik kereta dan memutuskan untuk mengendarai mobil sendiri menuju Cepu dinihari.
Ketika malam mulai larut, mata tidak bisa terpejam untuk menuju tidur. Dalam kondisi pandemi, apa saya dibenarkan untuk bepergian ke luar kota yang cukup jauh? Melewati Klaten, Solo, Sragen, Ngawi, Padangan (Bojonegoro) baru ke Cepu.
Saya kirim WhatsApp (WA) ke sahabatku yang diberi amanah bidang kesehatan di PP Muhammadiyah. Juga kukirim WA ke Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Cepu. Juga konsultasi ke salah satu sahabat, seorang dokter spesialis yang juga anggota Satgas Covid-19 di salah satu rumah sakit Muhammadiyah.
Dari tiga orang yang saya mintai masukan, dua orang menyarankan tidak perlu ke Cepu terlebih dahulu, demi kebaikan saya maupun teman-teman di RS PKU Muhammadiyah Cepu. Namun, satu orang menyarankan agar saya tetap berangkat ke Cepu. “Yang penting memperhatikan protokol pencegahan dan menghindari Covid-19,” sarannya.
Saran dan masukan yang berbeda itu, membuat saya kembali digelayuti rasa bimbang dan ragu. Pergi ke Cepu atau tetap tinggal di rumah? Tapi, dalam hati berucap, “Ya Allah lindungi hamba ini, karena Engkaulah Maha Pelindung yang sesungguhnya.”
Belum pernah hati saya secemas dan sekhawatir seperti sekarang ini. Dulu, ketika bertugas di Manado, pernah naik kapal kayu dari Manado ke Sangihe Talaud. Kapalnya sudah tua dan harus mengarungi gelombang lautan yang kurang bersahabat kala itu. Namun tidak pernah setakut seperti saat ini.
Pernah juga tugas di Aceh. Tiga hari setelah tsunami, sewaktu kami bertugas di Aceh, tiba-tiba malam hari di tempat kami ditembaki dari lereng bukit.
Saya memang disergap rasa takut dan khawatir. Namun sungguh, takut dan khawatirnya tidak seperti saat menghadapi virus Corona ini. Dalam kondisi seperti ini, inikah situasi yang disebut paranoid?
Akhirnya, setelah berdoa dan mohon petunjuk dari Allah SWT, saya memutuskan untuk berangkat ke RS PKU Muhammadiyah Cepu. Perlengkapan seperti masker dan cairan desinfektan telah disiapkan di mobil.
Alhamdulillah, Allah SWT melindungi perjalanan kami sehingga sampai di Cepu dengan selamat.
Sampai di RS PKU Muhammadiyah Cepu, saya bertemu dengan teman direksi, dokter dan beberapa pejabat RS PKU Cepu. Mereka menyampaikan kepada saya tentang betapa beratnya menjadi tenaga medis dan pegawai rumah sakit swasta pada saat pandemi Covid-19: alat pelindung diri (APD) seadanya dan belum ada bantuan dari pemerintah untuk menghadapi ODP maupun PDP. Selain itu, kami harus menyediakan lima kamar isolasi dan siap menghadapi situasi terburuk.
Maka dengan cepat, direksi dan seluruh unsur pimpinan di RS PKU Muhammadiyah Cepu menyiapkan semua sarana untuk siap siaga bila kedatangan ODP maupun PDP.
Selain itu, kami juga harus menyiapkan Satgas Covid-19 dan juga sumber daya manusia (SDM) yang akan ditugaskan untuk melayani pasien yang bersinggungsn dengan Covid-19.
Tak terbayangkan gundah-gulananya para dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang ditugaskan khusus di kamar isolasi.
Saya sebagai orang yang bertugas di rumah sakit dan bukan sebagai dokter atau perawat — yang akan berhadapan langsung dengan para pasien saja — mengalami “kecemasan yang mencekam”. Apalagi sahabat-sahabat saya: para dokter dan perawat. Tak terbayangkan sedihnya.
Sungguh, semua pegawai rumah sakit — apalagi tenaga medisnya — pasti mengalami “paranoid” yang luar biasa menghadapi Covid-19 ini.
Ada dokter kami yang kirim WA ke saya: “Pak Jamal. Sejujurnya, kami para dokter dan perawat mengalami paranoid menghadapi situasi seperti sekarang ini. Namun, kami masih punya Allah SWT sehingga kami tetap bertugas.” Sebuah ungkapan dokter yang dahsyat karena melandasi pelayanannya karena Allah SWT.
Juga ada perawat yang menyampaikan kepada saya, “Kalau boleh melarikan diri dari tugas ini pak, maka kami akan lari.”
Lebih-lebih mereka yang dapat SK di kamar isolasi atau karantina. Dengan lirih mengucap, “Mengapa harus saya yang ditugaskan, Pak?”.
Namun para perawat itu telah tertempa pengalaman dan keimanannya. Selanjutnya, menyandarkan tugasnya pada Allah SWT. Dan mereka akhirnya tetap menjalankan tugas karena kesadarannya sebagai seorang Muslim yang wajib menyelamatkan nyawa manusia.
Akhirnya, mereka hanya bisa berdoa dan tawakkal kepada Allah SWT sambil ikhtiar semampunya. Betapa sedihnya mereka yang kerja di rumah sakit swasta. Hampir tidak ada bantuan apapun dari pemerintah. Akhirnya mereka menggunakan peralatan dan perlengkapan seadanya. Mereka betul-betul sangat luar biasa.
Alhamdulillah, Muhammadiyah memiliki banyak rumah sakit yang disiapkan utk menerima pasien yang bersinggungan atau terpapar Covid-19.
Muhammadiyah juga sudah membentuk Satgas Nasional: Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC). Hal ini sangat membantu rumah sakit Muhammadiyah untuk saling bersinergi.
Semoga para dokter, perawat dan seluruh pegawai rumah sakit RS PKU Muhammadiyah Cepu selalu dalam lindungan Allah SWT. Sungguh, hanya pada Allah SWT kita memohon perlindungan yang sesungguhnya.
Piyungan, 2632020
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow