Kebebasan yang Tidak Bebas Tanpa Batas

Kebebasan yang Tidak Bebas Tanpa Batas

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Muflih Abdullah Zufar*

Kebebasan, sebuah diksi yang mewakili kemerdekaan diri dari belenggu. Menurut Harold H. Titus (1984) makna kebebasan mengandung empat pengertian, yaitu:

Advertisement
Scroll To Continue with Content

(1) kekuatan untuk memakai tenaga sendiri tanpa batas dari luar, seperti kebebasan untuk bergerak;

(2) kebebasan sosial ekonomi yang dikenal dalam pengertian individualisme dan kolektivitisme;

(3) kemerdekaan warga negara untuk berkumpul, mengeluarkan pendapat, dan memilih agama;

(4) kebebasan moral yang berarti kebebasan untuk memilih antara beberapa alternatif bagi perbuatan. Kebebasan moral dahulu dikenal dengan sebutan kehendak bebas.

Kebebasan tidak lepas dari makna kemerdekaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kemerdekaan sebagai keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya). Salah satu founding fathers Indonesia sekaligus tokoh Proklamator, Ir. Soekarno, pernah berpesan dengan membaranya: “Kemerdekaan hanyalah didapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad ‘Merdeka, merdeka atau mati’!”

Kalimat penggugah dari seorang proklamator yang juga terkenal dengan julukan “Sang Singa Podium”. Sebuah pandangan terkait kemerdekaan, kemerdekaan yang hanya bisa didapat dengan semangat dan tekad kuat, berjuang dengan jiwa raga untuk mencapainya.

Kebebasan ini terwakilkan dalam sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Kebebasan memilih dan berpendapat sesuai dengan garis-garis Pancasila.

Bagi pemuda, kebebasan merupakan sarana menyalurkan berbagai potensi yang dimiliki. Pemuda adalah seorang yang akan meneruskan estafeta kepemimpinan dan keberlangsungan negeri. Pancasila memberikan kebebasan bersuara, berbuat, memiliki, berfikir, memilih, dan berbagai kebebasan lain yang menjadi hal yang diinginkan pemuda.

Seorang pemuda tidak hanya menjadi pengikut yang tidak punya sumbangsih bagi perubahan bangsa. Hidup stagnan dengan dalih keadaan dan mundur akibat terkungkungnya pikiran, bukan menjadi cirri seorang pemuda. Eksplorasi dan elaborasi menjadi ciri yang wajib dimiliki pemuda. Namun, kebebasan pemuda ini perlu menjadi perhatian khusus dalam lingkungan sosial.

Kebebasan terkadang dialihfungsikan menjadi alasan untuk melakukan perbuatan di luar batas, tetapi tidak menutup kemungkinan dijadikan sebagai penguat pengembangan kemampuan diri. Pemuda perlu diarahkan, dalam batasan yang diperlukan.

Indonesia memberikan batasan-batasan dalam berekspresi bagi warga negaranya. Batasan ini dibuat sebagai salah satu langkah menjaga stabilitas negara. Kontrol masyarakat memang diperlukan sebagai langkah preventif menanggulangi terjadinya perang saudara akibat perbedaan pendapat dan pandangan terhadap satu hal.

Beberapa tindakan ini tertuang salah satunya dalam undang-undang yang sering kita kenal, yaitu UU ITE. Undang-undang ini memberikan batasan bagi warga negara Indonesia di antaranya dalam berkehidupan di dunia maya. Tindak tanduk perilaku di dunia maya perlu diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi hal-hal yang berakhir ke ranah hukum.

Pendidikan adalah salah satu cara mengarahkan pemuda untuk menjadi pribadi yang berkembang. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan pengertian Pendidikan secara eksplisit. Yaitu, sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Aktif dalam mengembangkan potensi menjadi tujuan utama pendidikan di Indonesia. Namun, menjadi sebuah realita baru di masa pandemi yang berkepanjangan, bahwa tujuan pendidikan perlu diwujudkan dengan berbagai cara. Perubahan metode pembelajaran yang awalnya secara tatap muka dan siswa dapat diawasi langsung oleh tenaga pendidik, berubah menjadi pendidikan berbasis online yang secara langsung hanya dapat diawasi oleh orang tua di rumah.

Problematika pendidikan akan semakin kompleks menilik kondisi saat ini. Pemberian gadget dan akses internet menjadi salah satu cara orangtua memberikan kebebasan dalam mengeksplorasi diri. Kebebasan inilah yang memberikan pengaruh terhadap tingkat kecanduan gadget dan internet di Indonesia.

Berdasarkan survei dari dokter spesialis kedokteran jiwa Siloam Hospitals, dr. Kristiana Siste Kurniasanti, yang dikutipdari mediaindonesia.com kepada 2.933 remaja dan 4.734 orang dewasa berusia 20-140 tahun di 33 provinsi Indonesia ditemukan tingkat kecanduan internet bagi remaja meningkat hingga 19,3% dengan rata-rata durasi bermain 11,6 jam per hari. Sementara kecanduan pada orang dewasa meningkat dari 3% sebelum pandemi menjadi 14,4% selama pandemi. Hal ini perlu menjadi perhatian bersama dalam dunia pendidikan. Pendidikan seperti inilah yang akan mempengaruhi langsung kemampuan dan hasil dari orangtua dalam mendidik anaknya.

Pemberian ruang eksplorasi diri bagi anak menjadi poin tambahan dalam perkembangan kemampuan diri seseorang. Kebebasan inilah yang perlu “dirayakan”, pilah dan pilih kemampuan yang akan dikembangkan. Menentukan masa depan menggunakan cara sendiri. (*)

*Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait