ads
Liga Hizbul Wathan 2019 dan Peran Tokoh Muhammadiyah dalam Persepakbolaan Nasional

Liga Hizbul Wathan 2019 dan Peran Tokoh Muhammadiyah dalam Persepakbolaan Nasional

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Ma’mun Murod Al-Barbasy (Pembina HWFC FISIP UMJ)

Ketika saya masih kecil — tentu waktu itu belum mengenal lebih jauh — mendengar nama Hizbul Wathan (HW), maka yang ada dalam benak saya adalah nama tim sepakbola Hizbul Wathan yang biasa dikenal di masyarakat dengan sebutan PSHW.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Saat itu, yang terkenal adalah PSHW Tegal dan PSHW Pekalongan. Kalau kedua tim itu bermain di mana pun, di setiap turnamen atau pertandingan persahabatan, hampir penontonnya selalu berjubel.

Penonton saat itu, tentu tidak semua tahu bahwa nama Hizbul Wathan itu diambil dari nama salah satu organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah, yaitu ortom Kepanduan Hizbul Wathan.

Di antara nama ortom yang memungkinkan digunakan untuk menjadi nama tim sepakbola, memang hanya HW.

Lalu, siapa sosok yang berada di balik pendirian PSHW?

Untuk diketahui, Ki Bagus Hadikusumo (bernama asli Raden Hidayat), Ketua PB (sekarang PP) Muhammadiyah 1942 – 1953 adalah sosok yang berada di balik pendirian PSHW.

Pada mulanya, Ki Bagus bersama kawan-kawannya mendirikan klub bernama Kauman Voetbal Club (KVC),  yang kemudian bermetamorfosis menjadi PSHW.

Mengapa menggunakan nama HW? Penggunaan nama HW banyak dipengaruhi oleh situasi politik jelang kemerdekaan yang menuntut dikobarkannya semangat patriotisme.

Untuk menumbuhkan semangat patriotisme, Ki Bagus merasa penting untuk mendirikan PSHW. Hizbul Wathan (Hizb al-Wathan) bisa diartikan secara sederhana sebagai Partai Tanah Air atau Pasukan (Pembela) Tanah Air.

Dengan memakai nama HW sebagai klub sepakbola, harapannya siapapun yang bermain sepakbola, pengurus, penonton, dan pihak lain yang terlibat dalam PSHW akan tumbuh semangat patriotismenya. Apalagi, saat itu idiom-idiom Arab memang menjadi semacam penyemangat perjuangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan sejak awal hingga akhir 1940-an. Sebut saja, misalnya pasukan Hizbullah dan Sabilillah yang cukup heroik dan patriotik.

Jadi, penamaan dan penggunaan nama HW itu, ada alasan yang berbau nasionalisme.

Kalau ditarik ke belakang, sebenarnya ada sosok tokoh Muhammadiyah lainnya yang bukan hanya peduli, tapi bahkan menjadi pendiri PSSI, yaitu Abdul Hamid BKN.

Abdul Hamid merupakan santri dari KH Ahmad Dahlan. Dan Abdul Hamid mempunyai peran sangat penting dalam memajukan sepakbola di tanah air.

Abdul Hamid merupakan  salah satu pendiri dan pemain PSHW. Abdul Hamid juga salah seorang pendiri Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM) dan menjadi ketuanya.

Bersama Soeratin (menjabat ketua), Abdul Hamid (wakil) mendirikan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Soeratin sendiri berasal dari keluarga Muhammadiyah. Ayah Soeratin yaitu Sosrosoegondo adalah penyusun draft Anggaran Dasar pertama Muhammadiyah sekaligus menjadi sekretaris pertama bagian sekolahan Hoofdbestuur Muhammadiyah.

Bersama Djojosoegito banyak berjasa meletakkan sistem pendidikan Muhammadiyah. Jadi, sejarah PSSI ada kaitan yang sangat erat dengan Muhammadiyah.

Dengan latar sejarah di atas, tak mengherankan kalau kampus-kampus Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), seperti Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dan beberapa PTM lainnya mempunyai kepedulian terhadap sepakbola.

Petinggi-petinggi UMY pernah menjadi pengurus PSIM Yogyakarta. Dasron Hamid (alm) mantan Rektor UMY,  pernah menjadi Ketua Umum PSIM, Ketua PSSI Yogyakarta, dan Ketua KONI Yogyakarta. Darah bola Dasron Hamid tampaknya mengalir dari ayahnya Abdul Hamid, yang pendiri PSHW, PSIM, dan PSSI.

UMY juga mempunyai PSHW yang saat tercatat ikut Liga 3 Zona Yogyakarta.

Tahun 1990 tim UMM (Universitas Muhamadiyah Malang) pernah menjadi juara nasional sepakbola mahasiswa se-Indonesia. Ketika saya masih kuliah di UMM, kalau tidak salah UMM pernah tercatat mensponsori Arema (atau Persema).

UMM juga mempunyai lapangan sepakbola yang representatif. Beberapa kali menjadi tempat latihan timnas Indonesia maupun klub-klub profesional saat menjalani training center.

UMJ dua kali berturut-turut tahun 2018 dan 2019 menjadi juara Liga Mahasiswa Nasional. UMJ juga mempunyai stadion sepakbola yang representatif yang dibangun dengan biaya Rp 12 miliar.

Stadion itu pernah digunakan untuk training center Bhayangkara FC, Kompetisi Liga Mahasiswa Regional Jakarta dan babak final Liga Mahasiswa 2019, Liga Tangerang Selatan, Liga Kompas U-14 2019, dan terakhir bakal digunakan untuk Babak Penyisihan Liga HW 2019 Regional Jakarta, Lampung, Banten dan Jawa Barat. Sementara itu, putaran final direncanakan akan berlangsung di Surakarta, Jawa Tengah, berbarengan jelang pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah di Surakarta tahun 2020.

UAD (Universitas Ahmad Dahlan) Yogyakarta juga tak kalah peduli terhadap sepakbola. Tercatat PS UAD juga menjadi tim yang ikut berkompetisi di Liga 3 Zona Yogyakarta.

Ke depan, Muhammadiyah perlu memikirkan untuk membentuk satu klub sepakbola yang kuat, tentu dengan memakai nama Hizbul Wathan, yang secara bertahap mengikuti kompetisi reguler PSSI secara berjenjang dari Liga 3 hingga akhirnya dapat masuk kasta tertinggi persepakbolaan nasional dengan tampil di Liga 1.

Mulai Ahad pagi, 13 Oktober 2019, dimulai Liga HW 2019 yang diikuti oleh 29 tim yang dibagi ke dalam empat wilayah, yaitu wilayah I: Sumatera, Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, wilayah II: Jawa Tengah, Wilayah III: Yogyakarta, dan Wilayah IV: Jawa Timur. Juara dan runner up masing-masing wilayah akan bertarung di putaran final yang akan berlangsung di Solo tahun 2020 jelang pembukaan Muktamar Muhammadiyah 2020. (Ciater, 11/10/2019).

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait