Muhammadiyah dan Pagebluk

Muhammadiyah dan Pagebluk

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Afnan Hadikusumo*

Pagebluk Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019 telah mengharu biru seluruh warga dunia. Ratusan ribu orang meninggal dunia akibat terpapar virus ini. Para pemimpin negara serempak menyatakan perang melawan virus mematikan tersebut. Garda terdepan dalam melakukan perlawanan ini adalah para petugas kesehatan, akibatnya puluhan petugas kesehatan meninggal dunia ketika menjalankan tugas. Semoga mereka mendapatkan tempat di surga. Aamiin.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Virus corona bukanlah wabah yang  pertama melanda dunia. Pada jaman penjajahan Belanda, tahun 1910, wabah pes juga melanda dunia, bahkan sampai juga ke kota Malang. Paceklik di Jawa adalah penyebab utamanya

Guna mengatasi kelangkaan beras yang melanda sebagian wilayah Jawa, pemerintah kolonial sekitar Oktober-November 1910 melakukan impor dari Burma. Padahal, waktu itu Burma sedang dilanda wabah pes. Sayangnya pemerintah tidak menaruh curiga atau memeriksa kapal-kapal pengangkut beras ketika bongkar muat di Surabaya..

Penyakit yang disebabkan bakteri Yersinia Pestis ini menular dari hewan tikus ke manusia, dan termasuk virus ganas karena mudah menyebar dan menyerang bagian tubuh vital. Orang yang terkena penyakit ini bisa selamat, tetapi banyak yang mati tak sampai seminggu. Gelombang pertama wabah pes di Hindia Belanda akhirnya mereda pada pertengahan 1916.

Muhammadiyah berdiri tahun 1912, di tengah-tengah wabah pes gelombang pertama di seputaran Pulau Jawa. Organisasi yang didirikan KHA Dahlan dengan semangat melakukan pembaruan agama berjargon “sedikit bicara, banyak bekerja” pada saat virus pes menyebar “masih bayi” dan belum banyak berbuat untuk membantu menangani korban wabah pes ini.

Namun, pada dasawarsa 1930-an dimana virus yang bandel ini menyapu wilayah Kota Gede Yogyakarta, Muhammadiyah dengan poliklinik PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) yang waktu itu masih menyewa rumah milik H. Mukri bin Nawawi berlokasi di Jalan KHA Dahlan, tidak mau ketinggalan ikutbmenangani pasien korban virus pes.

Menurut Ricklefs, pada malam tanggal 21 – 22 Januari 1932 ada kelompok masyarakat dalam menghadapi wabah ini mengarak dua pusaka Keraton Yogyakarta yaitu Kiai Tunggul Wulung dan Kiai Slamet di seputaran kota Yogya. Akan tetapi, “Sekelompok kalangan religius modernis (Muhammadiyah), berpendapat bahwa orang mesti meninggalkan praktik lama ini dan sepenuhnya mengandalkan ilmu kedokteran untuk mengobati penyakit, sembari tetap mengimani ajaran-ajaran Islam”, sebagaimana dilaporkan Soedjana Tirtakoesoema, juru bahasa Jawa di Yogyakarta, dalam berkala Djawa, Vol. 12 (1932). Pada tahun 1970-an kasus-kasus pes masih ditemui di Indonesia hingga 1970-an, tapi jumlahnya tak sebesar pada masa kolonial.

Muhammadiyah yang banyak dikenal masyarakat merupakan lembaga dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Bukan hanya mengelola bidang pendidikan, namun juga menangani persoalan-persoalan kedaruratan.

Dalam setiap peristiwa bencana, Rumah Sakit Pembina Kesejahteraan Umat (RS PKU). Muhammadiyah selalu muncul dengan ciri khasnya yakni ambulan dan tenaga medis. RS PKU awalnya didirikan 15 Februari 1923 atas ide KH Sudja’, waktu itu berupa klinik sederhana dengan nama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) dengan maksud menyediakan pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa.

Kemudian pada tahun 1980-an nama PKO berubah menjadi PKU (Pembina Kesejahteraan Umat). Saat ini persyarikatan mempunyai 105 RS dengan 8.082 bed tersebar di 17 provinsi dan 204 klinik (database MPKU 2017).

Menyadari bahwa Indonesia berada di lokasi cincin api pasifik (ring of fire), sehingga akan selalu menghadapi risiko beragam bencana, sebagaimana tergambarkan pada peta Indeks Risiko Bencana (IRB) yang dirilis oleh BNPB. Hampir semua wilayah berwarna merah, artinya memiliki risiko bencana yang tinggi. Maka berdasarkan pengalaman penanganan bencana tsunami di Aceh tahun 2004 dan gempa di Yogyakarta tahun 2006, penanganan bencana tidak melulu masalah kesehatan, namun juga persoalan sosial, logistik, pendidikan, dan sebagainya,

Pada tahun 2007 Muhammadiyah mendirikan lembaga yang bernama Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) yang bertugas mengkoordinasikan mobilisasi sumber daya dalam Tanggap Darurat Bencana, Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana dan Rehabilitasi Pasca Bencana. Sehingga dalam pelaksanannya diperlukan komunikasi dan koordinasi dengan Seluruh Jajaran Pimpinan, Majelis, Lembaga, Amal Usaha, Organisasi Otonom dan Kader Muhammadiyah. Selain itu juga bekerja sama dengan lembaga SAR di Indonesia. Dasar pembentukannya adalah Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-46 tahun 2010 yang dirilis (tanfidz) dalam Berita Resmi Muhammadiyah No. 1/2010-2015.

Di masa-masa bangsa ini menghadapi Covid-19, lembaga Muhammadiyah yang khusus menangani pagebluk Covid-19 yakni MCCC bekerjasama dengan LAZISMU, didukung oleh segenap jajaran pengurus wilayah sampai ranting, beserta ortomnya, kembali menampakkan kiprahnya dengan menyediakan RS, tenaga medis, ambulans, bahkan juga bantuan pangan bagi masyarakat berdampak.

Peran Muhammadiyah dalam penanganan wabah maupun bencana sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Bahkan embrionya adalah gagasan Kyai Syuja’ untuk mendirikan “Armenhuis (rumah miskin)” dan “Weeshuis (rumah yatim)” yang waktu itu ditertawakan orang.

*) Anggota DPD RI 2019-2024

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait