ads
Quantum Berbagi

Quantum Berbagi

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Eko Harianto

Inspirasi tulisan ini saya dapatkan dari seorang guru saya. Beliau bercerita bahwa ada seorang ibu ingin menolong tetangganya yang sangat membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Tentu saja dalam kehidupan ini kebutuhan tidak pernah ada habisnya, apalagi kebutuhan berkaitan materi. Sebenarnya ibu yang ingin menolong tersebut memiliki kebutuhan sangat banyak. Dengan niat dan keyakinan kuat akhirnya tetap menolong tetangga tersebut, dan menunda apa yang dibutuhkan. Si ibu penolong berpikir bahwa bisa jadi tetangganya jauh lebih membutuhkan daripada dirinya.

Bila niat dan keyakinan sudah tertanam, yang ada hanyalah rasa ridha semoga bermanfaat apa diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Tanpa jeda waktu lama, dengan kuasa Allah SWT dalam satu hari itu, si ibu mengalami hal yang tidak terduga dan benar-benar di luar dugaan dan pikirannya. Sebab kurang dari 24 jam Allah SWT memberikan gantinya, bahkan lebih dari apa yang diberikan kepada tetangganya.

Penggantian yang diberikan Allah SWT dengan 3 perantara, yaitu: pertama, secara langsung diberikan kepada si ibu tersebut. Kedua, dari tetan gga lainnya yang mengembalikan utang. Ketiga, insentif suaminya yang baru pulang dari bekerja.

Dari cerita tersebut ada hikmah yang dapat kita petik, yaitu: pertama, adanya rasa empati. Sifat empati merupakan kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan, kepentingan, kehendak, masalah, atau kesusahan yang dirasakan orang lain. Singkatnya, empati adalah ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Tingkatan empati lebih tinggi dibandingkan rasa simpati.

Menurut seorang psikolog yaitu Goleman, empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir dengan sudut pandang mereka, serta menghargai perbedaan perasaan orang lain tentang berbagai hal. Sikap empati ini juga menjadi salah satu ajaran Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim: “Perumpamaan orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.”

Kedua, berpikir positif atau dalam Islam dikenal dengan husnudzan. Berfikir positif dapat menambah variasi unik pada kebahagiaan dan kepuasan hidup. Semua pikiran positif akan bermuara pada satu tujuan, yaitu tercapainya segala apa yang diinginkan. Gilbert, psikolog, dalam penelitiannya menemukan bahwa orang yang berpikir positif, akan dapat merasakan lebih rileks dan dapat mengontrol stres dengan lebih baik.

Pikiran positif sesungguhnya wujud dari keyakinan manusia atas segala pertolongan yang akan diberikan oleh Allah SWT. Semakin berpikir positif, berarti semakin memberikan kepercayaan pada Allah SWT untuk membantu jalan kehidupan. Keputusan Allah SWT seirama dengan pandangan positif hamba-Nya. Ketika ibu tersebut memberikan bantuan kepada tetangganya tentu tidak terfikir kapan akan dikembalikan. Dalam hatinya hanya ingin membantu dan meringankan beban hidup tetangganya saja, tanpa ada fikiran yang macam-macam selain membantu. Allah SWT berfirman dalam surat Ath-Thalaq ayat 3: “…Dan Dia akan memberinya rejeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”

Ketiga, cinta dan ridha. Menurut Yunahar Ilyas (dalam buku “Kuliah Akhlaq”), cinta merupakan kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Prinsip dalam kehidupan sehari-hari bahwa tetangga merupakan saudara terdekat kita, walaupun kita memiliki saudara kandung. Sedangkan ridha yaitu melakukan semua perintah, meninggalkan semua larangan, dan mengikuti semua petunjuk-Nya dengan segala senang hati. Ridha bahwa bantuan yang diberikan kepada tetangganya justru lebih bermanfaat dan yakin bahwa Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas apa yang diberikan. Kita semua memiliki kebutuhan yang tidak dapat ditunda, tapi mungkin orang lain jauh lebih membutuhkan dari yang kita inginkan. Justru ketika memberikan bantuan kepada tetangga, bisa jadi mempercepat untuk membuka pintu rejeki yang masih belum terbuka.

Keempat, niat dan ikhlas. Semua amal perbuatan tergantung dari niatnya, faktor dari niat menentukan diterima atau tidaknya perbuatan yang dilakukan manusia di sisi Allah SWT. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari ikhlas sering diibaratkan tangan kanan memberi, tangan kiri jangan sampai melihat. Masih menurut Yunahar Ilyas, bahwa ikhlas adalah perbuatan tanpa pamrih dan semata-mata mengharap ridha dari Allah SWT. Keikhlasan merupakan cahaya bintang yang cemerlang, menunjukkan jalan ketaatan sesungguhnya dan ibadah yang tulus kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 110: “… Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”

Demikianlah hikmah yang dapat kita petik dari cerita sangat pendek di atas. Tentu dari setiap kita dapat menambahkan hikmah lainnya dari sudut pandang masing-masing. Semoga kita dapat memanfaatkan apa yang kita miliki demi kemaslahatan hidup. Aamiin. Wallahu a’lam bi shawwab. (*)

*Penulis adalah guru Ismuba SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait