Gas Air Mata: Kandungan, Dampak, Sepak Bola

Gas Air Mata: Kandungan, Dampak, Sepak Bola

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Totok E. Suhato *)

Pada awal Oktober 2022 ini kita dikejutkan dengan berita duka tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang yang menyebabkan lebih dari 120 orang meninggal dunia. Menurut berita di berbagai media massa, banyaknya korban itu diduga karena kepanikan dan berdesakan menghindari gas air mata yang disemprotkan aparat keamanan dalam mengendalikan anarkhi massa. Tulisan ini tidak akan membahas tragedi tersebut, tetapi ingin sedikit menjawab beberapa pertanyaan berikut. Apa sebenarnya bahan kimia yang terkandung dalam agas air mata? Bagaimana dampak gas air mata terhadap manusia dan cara menanganinya? Dan apakah penggunaan gas air mata dibolehkan untuk pembubaran massa di stadion sepak bola?

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Kimia gas air mata

Gas air mata (tear gas) adalah campuran bahan kimia yang berupa gas dan digunakan untuk melumpuhkan dengan menyebabkan iritasi pada mata dan/atau sistem pernapasan. Gas air mata atau disebut juga lakrimator pertama kali digunakan pada saat Perang Dunia I dalam perang kimia, sehingga bahan ini juga dapat dikategorikan sebagai senjata kimia (chemical weapon). Namun, karena efeknya berlangsung singkat dan jarang melumpuhkan lawan, gas air mata akhirnya mulai digunakan oleh lembaga penegak hukum sebagai sarana untuk membubarkan massa, melumpuhkan perusuh, dan mengusir tersangka bersenjata tanpa penggunaan kekuatan mematikan. Gas air mata bisa disimpan dalam bentuk semprotan ataupun granat [id.wikipedia.org]. Gas air mata ini lazim digunakan oleh kepolisian dalam menanggulangi kerusuhan dan dalam upaya penangkapan.

Bahan kimia yang terkandung dalam gas air mata antara lain gas CS (2-klorobenzalmalononitril, C10H5N2Cl), gas CN (kloroasetofenon, C8H7ClO), gas CR (dibenzoksazepin, C13H9NO), dan semprotan merica (gas OC, oleoresin capsicum). Senyawa lain yang digunakan atau disarankan sebagai gas air mata meliputi bromoaseton, benzil bromida, etil bromoasetat, xylyl bromide, dan α-bromobenzyl sianida. Semua bahan kimia ini dalam kadar tertentu bersifat racun (toxic).

Paparan terhadap gas air mata menyebabkan dampak jangka pendek dan panjang, termasuk pengembangan penyakit pernapasan, luka dan penyakit mata parah (keratitis, glaukoma, dan katarak), radang kulit, kerusakan pada sistem peredaran darah dan pencernaan. Bahkan bisa berakibat kematian, khususnya pada kasus dengan paparan tinggi [Rothenberg et al, 2016)].

Dampak

Senyawa 2-klorobenzalmalononitril adalah bahan aktif dalam gas CS. Meski bernama gas, gas air mata biasanya terdiri dari campuran aerosol (busa cairan), seperti bromoaseton dan metilbenzil bromida. Gas air mata bekerja dengan membuat iritasi membran mukus pada mata, hidung, mulut, dan paru-paru. Senyawa ini menyebabkan keluar air mata (tangis), dan karenanya gas ini disebut gas air mata. Bahan ini juga menyebabkan bersin, batuk, kesulitan bernapas, nyeri di mata, dan buta sementara. Dengan gas CS, gejala iritasi biasa muncul setelah paparan selama 20 hingga 60 detik dan sembuh setelah 30 menit sejak meninggalkan tempat penyemprotan gas [Schep et al, 2015]. Jadi, dalam paparan kadar rendah dan dalam waktu tidak lama, gas air mata sebenarnya bahan kimia yang tidak mematikan atau kurang mematikan.

Meski dampak gas air mata sendiri biasanya hanya peradangan kulit ringan, komplikasi tertunda juga mungkin terjadi. Para pengidap penyakit pernapasan, seperti asma lebih berisiko tinggi. Mereka sangat mungkin butuh pertolongan medis dan terkadang perlu dibawa ke rumah sakit, bahkan harus memakai dukungan ventilasi. Paparan kulit terhadap gas CS dapat menyebabkan luka bakar kimia atau memicu alergi pada kulit. Ketika orang terkena dalam jarak dekat atau terpapar parah, cedera mata seperti tercakarnya kornea dapat menyebabkan kehilangan ketajaman penglihatan permanen. Paparan tinggi atau frekuensi tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan.

Penanganan

Belum ada penawar khusus untuk gas air mata secara umum. Pertolongan pertama yang paling sederhana adalah pergi dari daerah terpapar gas ke tempat berudara segar. Kemudian melepas pakaian yang terpapar dan menghindari pemakaian handuk bersama dapat mengurangi akibat pada kulit. Bagi pemakai lensa kontak mata disarankan langsung melepasnya karena lensa dapat ditempeli partikel dari gas air mata.

Ketika seseorang telah terpapar, ada beragam cara untuk menghilangkan zat kimia sebanyak mungkin dan meredakan gejala.[Schep et al, 2015] Pertolongan pertama untuk rasa terbakar pada mata adalah menyemprot atau membilas dengan air untuk membuang zat kimianya. Meski ada laporan bahwa air dapat menambah nyeri dari gas CS, bukti-bukti tersebut masih lemah sehingga air atau larutan garam adalah pilihan yang baik untuk mengurangi paparan gas air mata.

Mandi dan menggosok seluruh tubuh dengan sabun dan air dapat menghilangkan partikel yang melekat pada kulit. Pakaian, sepatu, dan aksesoris yang terkena uapnya harus dicuci bersih karena partikel yang melekat dapat tetap aktif selama sepekan. Ada saran penggunaan kipas dan pengering rambut untuk menguapkan semprotan. Namun, belum dibuktikan bahwa hal itu lebih baik daripada membilas mata dan malah bisa memperluas kontaminasi. Minum obat analgesik oral (obat minum) dapat meredakan nyeri mata.

Menurut pengalaman para aktivis demonstrasi massa, jika terpapar gas air mata maka mereka menggunakan asam cuka encer, petrolatum (jeli minyak bumi), susu, dan jus lemon juga untuk pertolongan pertama. Belum jelas kemanjurannya karena cuka dapat membakar mata dan dapat membuat iritasi pernapasan bila dihirup terlalu lama. Memang ada fakta, minyak nabati dan cuka dilaporkan dapat membantu meredakan sensasi terbakar oleh semprotan merica. Saran lain adalah penggunaan soda kue atau pasta gigi yang dioleskan ke bagian muka dekat mata dan hidung dengan alasan bahwa zat-zat tersebut dapat menyerap partikel-partikel gas yang berada di dekat jalur pernapasan agar tidak terhirup. Ini biasa digunakan oleh apara aktivis sebelum turun demo massa sebagai antisipasi meminimalisir dampak buruk jika menghadapi semburan gas air mata.

Aturan FIFA

FIFA melarang penggunaan gas air mata dalam satdion sepak bola. Aturan FIFA tentang petugas penjaga keamanan lapangan (pitchside stewards) pada pasal 19 ayat b menyatakan, “No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used”. Tidak boleh ada senjata api dan gas air mata yang dibawa maupun digunakan dalam stadion sepak bola. Aturan ini jelas dan tegas. Tidak ada pertandingan di mana pun polisi atau pihak pengamanan menggunakan gas air mata untuk mengendalikan masa di dalam stadion. (Republika.co.id, 3 Okt 2022). Kita tidak mau menyalahkan pihak manapun. Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang merupakan pelajaran pahit bagi kita semua.


*) Penulis adalah alumnus S3 JoGu University of Mainz Jerman dan dosen Teknik Kimia Universitas Ahmad Dahlan

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait