Opini

Opini

Opini

May 7, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Boleh Iri pada Ustadz Muchlis Umaidi

Masjid Al Aamiin di Kertopaten, Wirokerten, Banguntapan.

Oleh: Sucipto Jumantara

Pekan ini saya cukup tercengang. Tak habis pikir dengan munculnya pemberitaan yang menyebutkan anggota DPR terpapar Covid-19 akan mendapatkan fasilitas hotel. Sungguh ironis. Penyediaan hotel untuk para anggota dewan adalah wujud tidak sensitifnya DPR terhadap penderitaan rakyat yang terpapar Covid-19. Hal itu seperti disampaikan Arif Jamali Muis atas nama MCCC menyikapi kebijakan itu.

Menurutnya, kebijakan tersebut tidak selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Padahal ada fakta bahwa banyak masyarakat tidak mendapatkan fasilitas kesehatan, harus berjuang sendiri mengakses perawatan rumah sakit, dan hanya dibantu tetangga serta para relawan. Di saat yang sama para anggota dewan justru mendapat fasilitas isoman dengan dibiayai negara yang tentunya diambil dari pajak rakyat.

Meski MCCC bersikap kritis bukan berarti mengurangi sepak terjang Muhammadiyah melalui para relawan, angkatan mudanya, majelis dan lembaganya serta amal usahanya yang terus dinamis bergerak demi kemanusiaan tanpa memandang etnis dan agama. Ada yang menggalang dana, ada yang mengurus jenazah, ada yang membagi sembako, menyediakan ambulan, membantu penyediaan oksigen, mengurusi shelter, rumah sakit, dan masih banyak lagi peran nyata yang sudah dilakukan, menujukkan Islam sebagai solusi di masa pandemi ini.

Tak kalah menginspirasi kisah yang akan saya ceritakan. Saya dapatkan dari Bu Nila, mantan Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 7 Yogyakarta dan juga pernah memimpin SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Waktu itu, Jum’at sore (30/7), Bu Nila yang sama-sama tinggal satu kampung dengan sosok yang ia ceritakan ini mengirim WA ke saya. Cerita ini tentang Ustadz Muchlis Umaidi yang tinggal di Kertopaten, Desa Wirokerten, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Awalnya Bu Nila mengirim pesan ke WA saya. “Mas, di kampung saya ada bapak muda yang luar biasa, mau menulis untuk mediamu?” tanyanya. Bu Nila menyampaikan informasi juga kalau putra sosok yang ingin ia ceritakan ini sekolah di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.

Saya belum kenal secara pribadi siapa Ustadz Muchlis. Saya persilakan Bu Nila bercerita melalui voice notes. Saya memilih untuk menuliskan kisah tentang sosok Ustadz ini tanpa melakukan wawancara secara langsung dengannya.

Kata Bu Nila, ia pribadi yang hidup sederhana, namun ayah, ibu dan kakaknya aktif ngopeni kampung. Selama pandemi ini menjadi motor suatu kegiatan yakni membagi sembako ke semua kepala keluarga sekampung. Ustadz Muchlis bertindak sebagai motor penggerak dan mengawal program. Mengumpulkan infaq di setiap pengajian Al Kahfi, pengajian yang diadakan tiap Jum’at pagi. “Kegiatane disebut Al Kahfi berbagi,” kata Bu Nila.

Dana dikumpulkan dari para donator. Dicatat lengkap dengan jumlah donasinya. Lantas pengurus dasa wisma diminta bantuan untuk ngepack dan membagikan ke anggotanya. “Uang masuk dan keluar selalu dilaporkn bersamaan dengan pembagian sembako,” jelas Bu Nila.

Ustadz Muchlis aktif mengadakan pengajian. “Ustadz Muchlis ini ngopeni pengajian, baik anak, remaja maupun orang tua,” tambah Bu Nila.

Biasanya setiap Jum’at pagi ngaji bersama membaca surat Al Kahfi dilakukan setiap ba’da shubuh di Masjid Al Aamiin Kertopaten. Setelah shalat Shubuh tadarus surat Al Kahfi dan dilanjutkan dengan doa. Setelah itu menikmati makanan ringan, terkadang bubur atau soto, shodaqoh para jamaah. Pada Ahad pagi membaca dzikir yang diajarkan Rasulullah SAW.

Namun di masa pandemi ini kegiatan dilakukan dengan cara Ustadz Muchlis memimpin dari masjid dan jamaah yang biasa datang ke masjid mengikuti dengan cara mendengarkan dari rumah masing-masih. Jamaah masjid sudah mendapatkan buku berisi surat Al Kahfi disertai artinya. Bukan hanya jamaah masjid tersebut yang menyimak, beberapa warga dari kampung tetangga yang dapat mendengar suara dari masjid ikut menyimak dari rumah masing-masing.

Mereka juga menyatakan ingin mempunyai buku itu. Begitu pula pengajian anak-anak menyesuiakan kondisi, yakni dilakukan secara daring dengan ustadz masing-masing.

Ustadz Muchlis ini juga sedang membangun Qur’anic Center. Menurut infomasi yang saya terima dari Bu Nila, tanah itu wakaf dari Ustadz Muchlis, warisan orangtuanya yaitu Pak Ali Ridho.

Saya cukup terkesan dengan cerita dari Bu Nila. Namun saya ingin mendapatkan cerita dari orang lain. Tak lama kemudian suara Dr. H. Khoiruddin Bashori, M.Si., suami Bu Nila terdengar.

Luar biasa, kata suami Bu Nila yang kerap dipanggil Pak Irud ini. Menurutnya, Ustadz Muchlis ini entengan, gelem temandang. Benar-benar menjadi panglima untuk acara keagamaan, kerohanian di kampung bukan hanya TPA untuk anak-anak tapi juga ngajari yang sepuh-sepuh, membangun masjid dan mendukung kegiatan-kegiatan sosial, masjid difasilitasi wifi agar anak-anak bisa belajar.

“Tidak hanya ide, tapi beliau nglakoni itu yang saya salut,” ujar Pak Irud.

Testimoni Pak Irud cukup bagus tapi saya ingin ada yang lain lagi. “Saya ingin tahu bagaimana tanggapan masyarakat tentang beliau, Bu,” kata saya.

Bu Nila lantas megirim lagi pesan ke WA saya. Kali ini dari Bu Bambang tetangga beliau yang juga warga Kertopaten.  “Ustadz Muchlis bisa memajukan dan mengentaskan lansia dari buta baca Al Qur’an. Ini pencapaian hebat,” katanya.

Selain itu, lanjut Bu Bambang, Ust. Muchlis bisa menggerakkan muda-mudi Kertopaten di segala bidang. “Terutama saat pandemi ini, kita warga Kertopaten merasakannnya. Kehadiran Ust. Muchlis bisa kita sangat rasakan saat bulan suci, kita bisa buka bersama hingga puasa sunnah syawal kita pun bisa buka bersama,” ujarnya.

Tidak berhenti di situ, Bu Nila masih menambahkan satu lagi kesan. Namanya Ustadzah Latifah. Ia menyampaikan, Ustadz Muchlis itu orangnya ramah, supel. Orangnya seneng shodaqoh, ketika kampung mau ada acara apa aja, mesti beliau nomor satu. Selain itu, tambahnya, Ustadz Muchlis senang berbagi ilmu dengan simbah-simbah maupun anak-anak yang semangat ngaji.

Selesai mendengar cerita dari Bu Nila tentang Ustadz Muchlis Umaidi, saya ingat satu hadits riwayat Imam Bukhari yang bunyinya,Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (*)

*Penulis adalah Tim Redaksi mediamu.com

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here